Jumat, 28 Oktober 2016

A New Destination

A New Destination
Part 3
Cuacanya hangat dan berbeda dari sebelumnya. Hidupku terasa lebih berwarna ditambah suasana hatiku membaik karena dia, Mike Colli. Tapi, akhir-akhir ini dia berbeda dari biasanya. Dia jarang menemui untuk sekedar berbincang, dia juga lebih sering dengan teman-teman satu kelasnya. “Mungkin hanya fase.” Pikirku. Tapi, harapan itu pudar setelah melihatnya bersenda gurau dengan seorang anak perempuan teman satu kelasnya. Dia terlihat sangat bahagia dan senang. Tak ada tanda kekhawatiran yang biasanya dia perlihatkan padaku saat aku merasa sedih karena ejekan teman-temanku. Sikapnya berbeda dengan gadis itu. Akhirnya, dia menemuiku yang melihat dengan tatapan bingung kedalam kelasnya


“Hai putri. Maaf aku akhir-akhir ini jarang menemuimu. Aku sangat sibuk dengan semua tugas dan beban yang diberikan guru ini padaku.” Sapanya panjang lebar “Tidak apa. Masuklah kembali. Mereka pasti menunggumu.” balasku. dia tersenyum dan melanjutkan “Tapi kau sudah disini. Apa ada yang ingin kau katakan?”
Aku terdiam. Teringat akan sesuatu yang dibicarakan ibuku semalam bahwa dia akan mengirimku ke Korea bersama Dera. “Pertukaran pelajar untuk Dera, sedangkan kau akan menetap disana sayang. Kau perlu belajar banyak dari negara-negara lain untuk menjadi politikus yang hebat. ”, katanya santai. Dalam hati aku berfikir, bagaimana aku bisa menjelaskannya kepada Mike?
“Tuan putri? Apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” tiba-tiba suaranya membuyarkan lamunanku yang sedari tadi merajalela. “aku baik-baik saja. Mike bisa bicara sebentar di tempat lain? Aku perlu bicara tentang ini padamu.” Aku tau akau mengambil keputusan yang berat. “baiklah.” Jawabnya serius. Dia menarik lenganku ke belakang taman sekolah. Diman aku biasanya duduk berjam-jam bersamanya saat pelajaran kosong tau istirahat. Tempat yang indah dengan rumah kaca penuh kupu-kupu. Aku semakin sulit untuk berpisah dengannya. Pertahanku runtuh, tangisku pecah sudah.

“ada apa? Apa kau sakit? Apa ada yang mengolok-olokmu lagi? Siapa dia?” tanyanya cemas. Dengan nada sesengukan karena tidak kuat menahan tangis, aku menjawab “ aku….aku….aku sudah tidak ingin melihatmu lagi. Pergi dari hidupku dan hancurkan kehidupan orang lain saja. Aku bukan temanmu lagi. Jangan buat hidupmu berantakan!” Sontak dia kaget atas apa yang baru saja kukatakan. Dia termenung tanpa jawaban dan kecewa.

“Itukah keinginanmu? Apa kau benar-benar menginginkan itu?”

“Iya. Dan jangan berpura-pura peduli padaku. Tinggalkan aku.” Jawabku berpura-pura kuat, tapi aku tak berani menatap matanya karena takut tangisku pecah lagi.

Dia menarik daguku. Mata kami saling bertemu satu sama lain.

“ apa kau benar-benar ingin melihatku mati? Jangan beri aku harapan jika kau tidak menyukaiku. Apa lagi yang harus aku katakan agar kau percaya aku sudah tidak ingin berteman denganmu?” kataku dengan nada tinggi.

“ aku tidak akan percaya itu. Apapun alasanmu untuk menjauhiku, aku tetap tidak percaya.” Ya Tuhan. Matanya sangat sayu saat mengatakan itu. Terlihat sangat tulus.

“ aku harus pergi. Lepaskan aku. Jangan pernah temui aku lagi.”

Tangannya mencengkram erat kedua lenganku. Terlihat ekspresi kekecewaan yang besar terlukis di wajahnya.

“ aku tau sedari awal bahwa aku harus melepaskanmu. Dan mungkin sudah terlambat untuk menyadarinya sekarang.” Kataku

“ Iya, memang. Dan aku akan tetap menunggumu sampai kau pulang dari Korea. Kapanpun itu.”

Mataku membengkak. Tangis ini sudah tak terbendung lagi. Dia tau. Dia tau sedari awal. Akhirnya aku tertaw asambil menangis. Konyol memang. Aku meras sangat kesal padanya sekarang. Aku memukul-mukul manja dadanya dengan kepalan. Sontak dia lalu memelukku. “Time has changed. But, we're not. kembalilah secepatnya ”

Aku terdiam sesaat. merasakan hangat pelukannya dan tenggelam di bahunya serta mencium bau parfumnya yang sangat memabukkan. sangat hangat.

“ apa kau tidak malu memeluk anak perempuan yang bertubuh tambun sepertiku?”

“ tentu saja kau malu untuk menerima fakta bahwa aku sedang memeluk putri babi.”

Rasa kesalku padanya bertambah. Mukaku memerah. Aku lalu melepaskan pelukannya. Tangisku hilang sudah.
“ aku pergi.” Kataku sambil menjauhinya. Dia berteriak “putri, cepat kembali ya. Aku sudah merindukanmu."

“ beri aku waktu 100 hari. Aku pasti berubah.” Sahutku

“ baiklah.”

Ya, benar. Itu hanya sebuah fase. Jadi aku tak perlu khawatir. Yang perlu aku khawatirkan adalah kenyataan bahwa aku harus pergi ke Kore jam 5 sore ini bersama Dera. Apa yang kan terjadi padaku di Negara baru itu? Dan aku juga sudah berjanji pada Mike aku akan berubah selama tinggal di Korea. Apa aku akan kembali tau menetap? Apa aku akan bertemu dengannya lagi? Huffttt… begitu banyak hal yang harus kupikirkan di penerbangan panjang ini. Sampai jumpa Mike. Kita kan bertemu lagi secepatnya…..



3 komentar: